Blog

  • Cara Menghindari Penolakan Pendaftaran Merek di DJKI

    Cara Menghindari Penolakan Pendaftaran Merek di DJKI

    Cara Menghindari Penolakan Pendaftaran Merek di DJKI

    “Pendaftaran merek di DJKI kerap gagal akibat kemiripan, pelanggaran norma, serta dokumen tak lengkap. Cara  menghindarinya adalah telusuri merek terdahulu, siapkan desain unik dan dokumen lengkap, dan jika tetap ditolak, pahami alasannya, ajukan keberatan, atau perbaiki dan daftar ulang.”

    Pendaftaran merek adalah langkah penting untuk melindungi identitas bisnis. Merek yang terdaftar memberikan hak eksklusif kepada pemilik usaha untuk menggunakan nama atau logo tersebut dalam kegiatan bisnis. 

    Namun, proses pendaftarannya tidak selalu mudah karena banyak pengajuan yang ditolak oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Penolakan ini bisa terjadi karena berbagai alasan, mulai dari kesamaan dengan merek lain hingga kelengkapan dokumen yang tidak sesuai.

    Artikel ini akan memberikan panduan lengkap agar pendaftaran merek Anda tidak ditolak.

    Kriteria Penolakan Merek

    Kriteria merek yang tidak dapat didaftarkan dan berpotensi akan ditolak terdapat di dalam Pasal 20 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek). 

    Untuk menghindari penolakan, pengusaha perlu memahami alasan-alasan yang menyebabkan permohonan merek ditolak. Penolakan ini terbagi dalam beberapa aspek, yaitu:

    • Kesamaan dengan Merek Terdaftar
      Berdasarkan Pasal 21 UU Merek, merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek terdaftar lainnya akan ditolak.
    • Bertentangan dengan Norma Kesopanan dan Hukum
      Merek yang mengandung unsur penghinaan, pornografi, atau melanggar kesusilaan tidak dapat didaftarkan dan akan ditolak berdasarkan Pasal 20.
    • Mengandung Nama Geografis yang Menyesatkan
      Pendaftaran merek yang menggunakan nama tempat yang menyesatkan asal barang atau jasa akan ditolak berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf d.
    • Unsur Diskriminatif
      Merek yang mengandung unsur diskriminasi terhadap suku, agama, ras, atau golongan tidak dapat didaftarkan (Pasal 20 huruf a).
    • Persyaratan Administratif Tidak Lengkap
      Jika dokumen seperti identitas pemohon, logo, atau klasifikasi barang/jasa tidak lengkap, maka permohonan akan ditolak pada tahap pemeriksaan administratif.

    Tips Persiapan Sebelum Mendaftarkan Merek

    Persiapan yang matang menjadi kunci agar pendaftaran merek tidak ditolak. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan:

    1. Melakukan Penelitian atau Penelusuran Merek
      Gunakan https://pdki-indonesia.dgip.go.id./ atau Pangkalan Data Kekayaan Intelektual di website DJKI untuk memastikan merek yang diajukan belum terdaftar oleh pihak lain.
    2. Membuat Desain Merek yang Unik
      Ciptakan desain yang memiliki ciri khas dan tidak bersifat deskriptif agar mudah diterima.
    3. Konsultasi dengan Konsultan Hukum Kekayaan Intelektual
      Ahli hukum akan membantu mengecek keunikan merek dan menyusun dokumen yang dibutuhkan.
    4. Menyiapkan Dokumen yang Diperlukan
      Dokumen yang dibutuhkan meliputi:

      1. Identitas pemohon
      2. Desain merek
      3. Klasifikasi barang/jasa
      4. Surat pernyataan kepemilikan merek
    5. Bukti Penggunaan (Jika Ada)
      Jika merek sudah digunakan sebelumnya, lampirkan bukti penggunaan seperti kemasan produk atau materi promosi.

    Proses Pendaftaran Merek

    Proses pendaftaran merek dilakukan secara online melalui https://dgip.go.id/. Berikut  tahapan yang harus dilalui:

    1. Pengajuan Permohonan
      Buat akun di website DJKI dan isi formulir permohonan secara lengkap.
    2. Pembayaran Biaya Pendaftaran
      Lakukan pembayaran biaya pendaftaran sesuai tarif yang berlaku.
    3. Pemeriksaan Administratif
      DJKI akan memeriksa kelengkapan dokumen. Jika ada kekurangan, pemohon akan diberi kesempatan untuk melengkapinya.
    4. Pemeriksaan Substantif
      DJKI akan memeriksa apakah merek memiliki persamaan dengan merek lain atau melanggar peraturan yang berlaku.
    5. Pengumuman Merek
      Jika lulus pemeriksaan, merek akan diumumkan selama 2 bulan untuk memberikan kesempatan pihak lain mengajukan keberatan.
    6. Penerbitan Sertifikat Merek
      Jika tidak ada keberatan, sertifikat merek akan diterbitkan dan berlaku selama 10 tahun sejak tanggal pendaftaran.

    Tindakan Jika Merek Ditolak

    Jika merek ditolak, pemohon akan menerima surat penolakan yang berisi alasan penolakan. Langkah yang bisa dilakukan adalah:

    1. Memahami Alasan Penolakan
      Baca surat penolakan dengan teliti dan identifikasi alasan spesifik yang menyebabkan permohonan ditolak.
    2. Mengajukan Keberatan
      Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) dan ayat (4) UU Merek, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada DJKI dalam waktu 30 hari setelah menerima surat penolakan.
    3. Perbaikan Merek
      Jika alasan penolakan terkait desain atau nama, pemohon bisa melakukan perubahan dan mengajukan permohonan baru.
    4. Konsultasi dengan Ahli Hukum
      Konsultasi dengan ahli hukum akan membantu menyusun argumen yang lebih kuat saat mengajukan keberatan.

    Pendaftaran merek membutuhkan ketelitian dan persiapan yang matang agar tidak mengalami penolakan. Dengan memahami dasar hukum, melakukan penelitian, dan menyiapkan dokumen secara lengkap, peluang pendaftaran merek untuk disetujui akan semakin besar. Jika permohonan ditolak, masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya.

    Ingin mendaftarkan merek dengan aman tanpa risiko penolakan? GOLAW.id siap membantu proses pendaftaran merek Anda dengan cepat dan mudah! Dapatkan layanan konsultasi dengan tim ahli hukum profesional. Hubungi kami sekarang melalui [email protected] atau Klik disini!

    Author: Aulina Nadhira 

  • Jangan Abaikan! Begini Cara Melaporkan WLKP agar Terhindar dari Sanksi

    Jangan Abaikan! Begini Cara Melaporkan WLKP agar Terhindar dari Sanksi

    Jangan Abaikan! Begini Cara Melaporkan WLKP agar Terhindar dari Sanksi

    “WLKP wajib dilaporkan oleh semua perusahaan setiap tahun melalui Sisnaker atau OSS. Jika tidak, ada risiko sanksi pidana atau denda.”

    Sebagai pemilik usaha, Anda memiliki kewajiban untuk memenuhi berbagai aturan ketenagakerjaan, termasuk melaporkan data ketenagakerjaan perusahaan. Laporan ini bukan sekadar formalitas, tetapi bagian penting dalam memastikan transparansi serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia.

    Namun, bagaimana cara melakukan pelaporan ini, apa saja yang harus disiapkan, dan apa konsekuensi jika tidak melaksanakannya? Simak panduan lengkapnya di bawah ini.

    Apa Itu Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP)?

    Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) adalah laporan yang harus dibuat oleh setiap pemilik usaha mengenai kondisi ketenagakerjaan di perusahaannya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (UU 7/1981) dan beberapa peraturan turunannya.

    Melalui WLKP, pemerintah dapat mengawasi kepatuhan perusahaan terhadap hak-hak tenaga kerja, menganalisis kondisi ketenagakerjaan nasional, serta menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran.

    Siapa yang Wajib Melaporkan WLKP?

    Semua perusahaan atau pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja wajib melakukan WLKP, tanpa memandang skala usaha ataupun status badan usahanya. UU 7/1981mendefinisikan perusahaan sangat luas, yaitu “setiap bentuk usaha yang mempekerjakan buruh dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara”.

    Pelaporan WLKP berlaku untuk:

    1. Perusahaan yang baru berdiri.
    2. Perusahaan yang mengalami perubahan status, seperti pindah lokasi, berhenti sementara, atau beroperasi kembali.
    3. Perusahaan yang akan tutup atau dibubarkan.
    4. Perusahaan yang sudah beroperasi, wajib melakukan laporan berkala setiap tahun.

    Kapan Harus Melapor Ketenagakerjaan?

    Waktu atau momen penyampaian WLKP telah diatur secara jelas dalam UU No. 7/1981. Secara umum, perusahaan wajib menyampaikan laporan dalam tiga situasi utama:

    1. Setelah Pendirian atau Mulai Operasional Perusahaan – Dalam waktu paling lambat 30 hari sejak perusahaan berdiri dan mulai menjalankan kegiatan usaha, laporan pertama harus disampaikan​. Kewajiban ini juga berlaku jika perusahaan beroperasi kembali setelah sempat dihentikan, atau jika perusahaan dipindahkan lokasinya;
    2. Setiap Tahun (Laporan Rutin Tahunan) – Setelah laporan awal di atas, pengusaha wajib melaporkan setiap tahun keadaan ketenagakerjaan perusahaannya​. Artinya, minimal satu kali dalam setahun harus ada laporan WLKP yang diperbarui. Tidak ditentukan secara spesifik bulan atau tanggalnya dalam UU, namun praktiknya perusahaan melaporkan sekali setiap 12 bulan sejak laporan sebelumnya;
    3. Sebelum Perusahaan Berhenti atau Bubar – Jika perusahaan berencana menghentikan usaha (tutup sementara) atau membubarkan diri (tutup permanen), ataupun memindahkan lokasi ke tempat lain, maka 30 hari sebelum tindakan tersebut perusahaan wajib melaporkan rencana tersebut ke Kemenaker​. 

    Dengan ketiga poin di atas, jelas bahwa batas waktu WLKP adalah: 30 hari setelah mulai usaha (laporan awal), 30 hari sebelumnya untuk rencana tutup/pindah, dan setiap tahun untuk laporan rutin. Perusahaan harus menjadwalkan pelaporan tahunannya agar tidak terlewat dari rentang 12 bulan sejak laporan terakhir. Ketaatan pada jadwal ini akan melindungi perusahaan dari potensi sanksi akibat terlambat atau lupa melapor.

    Cara dan Prosedur Pelaporan WLKP

    Pelaporan WLKP sekarang dilakukan secara online melalui sistem yang disediakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Online Single Submission (OSS). Berikut langkah-langkahnya:

    • Pendaftaran Akun

    • Pengusaha harus memiliki akun di Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) dengan mendaftarkan email, nomor HP, dan NIK.
    • Pengisian Data Perusahaan

    1. Masukkan data perusahaan seperti nama, alamat, dan kontak yang bisa dihubungi.
    2. Lengkapi informasi tenaga kerja, termasuk jumlah pekerja, status hubungan kerja, dan gaji.
    • Pelaporan Perubahan atau Pelaporan Tahunan

    1. Jika ada perubahan status perusahaan (misalnya pindah lokasi atau tutup), laporkan dalam waktu 30 hari sebelum atau setelah perubahan terjadi.
    2. Jika perusahaan beroperasi seperti biasa, lakukan pelaporan berkala setiap tahun pada bulan Desember.
    • Pengelolaan Data Tenaga Kerja

    1. Laporkan tenaga kerja dalam negeri dengan mengisi data seperti NIK, nama, jabatan, pendidikan, dan status kerja.
    2. Laporkan tenaga kerja asing secara manual dengan mencantumkan IMTA dan izin lainnya.
    • Laporan Tambahan yang Harus Disertakan

    Selain data tenaga kerja, pengusaha juga wajib melaporkan informasi berikut:

    1. Hubungan Industrial: Perjanjian kerja, pengupahan, jaminan sosial, dan perselisihan kerja.
    2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3): Informasi mengenai fasilitas kesehatan kerja, pelatihan K3, dan pengelolaan limbah.
    3. Pelatihan dan Pemagangan: Jika perusahaan memiliki program pelatihan atau magang, hal ini juga harus dilaporkan.

    Apa Sanksinya Jika Tidak Melaporkan WLKP?

    Pemerintah memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajiban ini. Berdasarkan Pasal 10 UU 7/1981, pengusaha yang tidak melaporkan WLKP dapat dikenakan sanksi berupa:

    • Pidana kurungan hingga 3 bulan ATAU
    • Denda maksimal Rp1 juta.

    Meskipun nominal denda ini terbilang kecil, ketidakpatuhan terhadap aturan ketenagakerjaan dapat berdampak buruk bagi citra perusahaan dan mempersulit urusan administrasi di masa depan.

    Melaporkan WLKP adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh pengusaha. Dengan adanya sistem pelaporan online, prosesnya menjadi lebih mudah dan cepat. Pastikan perusahaan Anda melakukan pelaporan tepat waktu agar terhindar dari sanksi dan tetap mematuhi regulasi ketenagakerjaan di Indonesia.

    Butuh Bantuan dalam Pelaporan WLKP? GOLAW.id siap membantu memastikan bisnis Anda tetap patuh terhadap regulasi tanpa ribet. Hubungi kami sekarang melalui [email protected] atau klik disini untuk berkonsultasi lebih lanjut!

     

    Referensi:

    https://peraturan.info/uu/1981/7/isi 

  • Modal dan Kepemilikan Saham PT: Panduan Lengkap untuk Pengusaha

    Modal dan Kepemilikan Saham PT: Panduan Lengkap untuk Pengusaha

    Modal dan Kepemilikan Saham PT: Panduan Lengkap untuk Pengusaha 

    Perseroan Terbatas (PT) memiliki modal yang terbagi dalam saham dan struktur kepemilikan yang jelas sesuai aturan hukum Indonesia. Pemilik saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetor dan perubahan kepemilikan dapat dilakukan tanpa membubarkan PT.”

    Perseroan Terbatas (PT) adalah salah satu bentuk badan usaha yang paling populer di Indonesia. Banyak pelaku usaha, mulai dari UMKM hingga perusahaan besar, memilih mendirikan PT karena dianggap lebih aman dan profesional. Salah satu alasan utama PT banyak dipilih adalah adanya pemisahan yang jelas antara kekayaan pribadi pemilik dan kekayaan perusahaan. Dengan begitu, risiko kerugian usaha tidak serta-merta membebani aset pribadi para pemilik atau pemegang saham.

    Namun, masih banyak orang yang belum benar-benar memahami bagaimana modal dalam PT diatur, serta bagaimana struktur kepemilikan di dalamnya. Padahal, dua hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi jalannya bisnis, hak dan kewajiban pemilik, hingga perlindungan hukum yang diperoleh. Modal dan struktur kepemilikan juga sering menjadi bahan pertimbangan utama bagi investor atau pihak yang ingin bergabung dalam perusahaan.

    Melalui artikel ini, kami akan membahas secara sederhana dan mudah dipahami mengenai apa itu modal dalam PT, jenis-jenisnya, serta bagaimana struktur kepemilikan diatur menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Harapannya, setelah membaca artikel ini, Anda tidak lagi bingung dan bisa mengambil keputusan yang tepat saat ingin mendirikan atau mengelola PT.

    Memahami Dasar Hukum Modal PT

    PT merupakan badan hukum yang modalnya terpisah dari kekayaan pribadi pemilik. Menurut Pasal 1 UU PT, modal PT berasal dari saham yang dibeli pemegang saham. Ini berarti uang perusahaan tidak boleh dicampur dengan rekening pribadi direksi atau pemilik. Jika PT mengalami utang, kreditur hanya bisa menuntut aset perusahaan bukan rumah atau kendaraan pribadi pemegang saham.

    Perubahan signifikan terjadi setelah UU Cipta Kerja berlaku. Kini, tidak ada batasan minimal modal dasar PT. Contohnya, Anda bisa mendirikan PT dengan modal dasar Rp10 juta asal disepakati para pendiri. Namun, sektor tertentu seperti perbankan tetap wajib memenuhi ketentuan modal minimal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Tiga Jenis Modal yang Wajib Diketahui

    • Modal Dasar: Cetak Biru Keuangan PT

    Modal dasar adalah total nilai saham yang tercantum dalam Anggaran Dasar. Sebelum 2020, minimal Rp50 juta, tetapi kini ditentukan sesuai kesepakatan pendiri. Misalnya, PT ABC bergerak di bidang kuliner bisa menetapkan modal dasar Rp100 juta, sedangkan PT XYZ di sektor konstruksi mungkin memilih Rp1 miliar. 

    Perubahan modal dasar harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan kuorum kehadiran minimal 2/3 saham. Setelah disetujui, direksi mengajukan perubahan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui notaris.

    • Modal Ditempatkan: Komitmen Awal Pemegang Saham

    Modal ditempatkan adalah bagian dari modal dasar yang disanggupi pemegang saham untuk dibayar. Pada saat pendirian PT, minimal 25% dari modal dasar wajib ditempatkan. Contoh: Jika modal dasar Rp200 juta, pemegang saham harus menempatkan Rp50 juta. 

    Ketentuan ini memastikan keseriusan pemilik. Jika seorang pendiri menyanggupi Rp30 juta tetapi hanya menempatkan Rp20 juta, sahamnya tidak sah dan hak suaranya dibatalkan. 

    • Modal Disetor: Bukti Nyata Investasi

    Modal disetor adalah realisasi pembayaran saham yang telah ditransfer ke rekening PT atau berupa aset fisik. Seluruh modal ditempatkan wajib disetor penuh saat PT berdiri. Misalnya, jika Anda menempatkan Rp50 juta, Anda harus mentransfer Rp50 juta ke rekening perusahaan. Penyetoran kini lebih fleksibel. 

    Berdasarkan PP No. 8/202, bukti transfer bank tidak lagi wajib cukup surat pernyataan bermaterai dari pemegang saham. Aset non-tunai seperti mesin atau properti juga bisa dihitung sebagai modal disetor setelah dinilai notaris.

    Struktur Kepemilikan Saham: Siapa Menguasai Apa?

    Hak dan Kewajiban Pemegang Saham

    Pemegang saham memiliki tiga hak utama:

    1. Hak Dividen: Mendapat bagian laba tahunan jika RUPS menyetujui pembagian.
    2. Hak Suara: Memilih direksi dan menentukan kebijakan strategis melalui RUPS.
    3. Hak Prioritas: Membeli saham baru sebelum ditawarkan ke pihak luar. 

    Namun, hak ini sebanding dengan persentase kepemilikan. Pemegang 10% saham hanya punya 10% suara dalam RUPS.

    Jenis Saham dan Pengaruhnya

    PT bisa menerbitkan dua jenis saham:

    • Saham Biasa: Memberikan hak suara penuh dan dividen variabel. Cocok untuk pemilik aktif.
    • Saham Preferen: Dividen tetap (misal 5% per tahun) tetapi tanpa hak suara. Ideal bagi investor pasif

    Contoh: PT Makanan Enak menerbitkan 70% saham biasa ke pendiri dan 30% saham preferen ke investor. Pendiri tetap memegang kendali operasional, sementara investor mendapat bagi hasil stabil.

    Cara Mengalihkan Kepemilikan

    Kepemilikan saham bisa dialihkan melalui:

    • Jual-Beli: Harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan dilaporkan ke Kemenkumham.
    • Warisan: Ahli waris wajib melampirkan surat wasiat dan akta kematian.
    • Hibah: Perlu akta notaris untuk menghindari sengketa.

    Jika saham dijual ke warga asing, PT harus memastikan bidang usahanya tidak masuk Daftar Negatif Investasi.

    Proses Mengubah Modal PT

    Perubahan modal (naik/turun) memerlukan empat langkah:

    1. RUPS: Diadakan dengan kuorum kehadiran minimal 2/3 saham.
    2. Akta Notaris: Dokumen perubahan dibuat dan ditandatangani notaris.
    3. Pengesahan Kemenkumham: Ajukan permohonan melalui sistem AHU Online.
    4. Pengumuman Berita Negara: Maksimal 14 hari setelah pengesahan

    Contoh kasus: PT Jaya Abadi menambah modal dasar dari Rp500 juta menjadi Rp1 miliar untuk membuka cabang baru. Setelah RUPS menyetujui, direksi mengajukan perubahan ke Kemenkumham dan menerbitkan 500 lembar saham baru @Rp1 juta.

    Tanggung Jawab Pemegang Saham

    Prinsip utama PT adalah tanggung jawab terbatas. Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetor. 

    Contoh: Jika PT bangkrut dengan utang Rp2 miliar tetapi modal disetor hanya Rp500 juta, kreditur tidak bisa menyita rumah pribadi direksi.

    Namun, ada tiga pengecualian dimana tanggung jawab menjadi tak terbatas :

    1. Pencampuran aset pribadi dan perusahaan.
    2. Keterlibatan dalam tindak pidana seperti korupsi.
    3. Sengaja menyebabkan kerugian melalui kebijakan ilegal.

    Studi kasus: Direktur PT Sejahtera menggunakan uang perusahaan untuk membeli mobil pribadi. Saat PT bangkrut, pengadilan memutuskan direktur harus menjual mobil tersebut untuk melunasi utang.

    Tips Mengelola Modal dan Kepemilikan

    1. Tetapkan Modal Dasar Realistis: Sesuaikan dengan skala usaha, terlalu besar menyulitkan perubahan, terlalu kecil menghambat ekspansi.
    2. Diversifikasi Jenis Saham: Gabungkan saham biasa dan preferen untuk menarik investor tanpa kehilangan kendali.
    3. Pisahkan Rekening Bisnis-Pribadi: Hindari pencampuran dana yang membahayakan status terbatas.
    4. Update Daftar Pemegang Saham: Laporkan setiap perubahan kepemilikan ke Kemenkumham maksimal 30 hari.
    5. Gunakan Jasa Notaris: Pastikan setiap perubahan modal dan struktur sah secara hukum.

    Memahami modal dan struktur kepemilikan adalah kunci membangun PT yang sehat. Dengan regulasi terbaru, pendirian PT semakin mudah asal komitmen modal jelas dan kepemilikan transparan. Selalu konsultasikan keputusan strategis kepada notaris atau konsultan hukum untuk meminimalkan risiko.

    Sudah siap membangun atau mengembangkan bisnis Anda dengan struktur PT yang kuat dan legal? Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tim ahli hukum kami melalui [email protected]  atau langsung konsultasi via WhatsApp: Klik di sini

  • Mau Buka PT Perorangan? Ini Kelebihan dan Kekurangannya

    Mau Buka PT Perorangan? Ini Kelebihan dan Kekurangannya

    Mau Buka PT Perorangan? Ini Kelebihan dan Kekurangannya

    “PT Perorangan mudah didirikan dan cocok untuk UMK, tetapi terbatas dalam akses modal dan pengembangan bisnis.”

    Memilih bentuk badan usaha yang tepat merupakan langkah strategis sebelum memulai bisnis. Salah satu bentuk badan usaha yang belakangan semakin diminati oleh para pelaku usaha mikro dan kecil adalah Perseroan Terbatas (PT) Perorangan.

    PT Perorangan menawarkan kemudahan bagi calon pengusaha yang ingin menjalankan bisnis sendiri secara resmi dengan badan hukum. Namun, sebelum memutuskan untuk mendirikan PT Perorangan, penting bagi calon pengusaha untuk memahami secara menyeluruh apa saja kelebihan serta kekurangan dari bentuk usaha ini.

    Dalam artikel ini, kami akan mengulas secara mendalam mengenai kelebihan dan kekurangan PT Perorangan agar Anda lebih mantap dalam menentukan keputusan.

    Apa Itu PT Perorangan?

    PT Perorangan adalah badan hukum yang bisa didirikan oleh satu orang saja yang bertindak sekaligus sebagai pemegang saham tunggal dan direktur perusahaan. Bentuk usaha ini khusus diperuntukkan bagi usaha dengan skala mikro dan kecil, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP 7/2021).

    Kelebihan PT Perorangan

    • Proses Pendirian yang Mudah dan Cepat

    Salah satu keunggulan utama PT Perorangan adalah kemudahan dalam proses pendiriannya. Berbeda dengan PT biasa yang memerlukan akta notaris, PT Perorangan hanya memerlukan Pernyataan Pendirian secara elektronik melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) online, sesuai Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 8 Tahun 2021. Dengan demikian, calon pengusaha dapat mendirikan perusahaan dengan biaya lebih rendah dan proses administrasi yang jauh lebih singkat.

    • Fleksibilitas Modal

    PT Perorangan tidak mengenal batasan minimal modal. Artinya, modal dasar ditentukan sepenuhnya oleh pemilik usaha sesuai kemampuan finansial yang dimiliki. Hal ini sangat membantu pelaku usaha mikro atau kecil yang biasanya memiliki keterbatasan dana namun tetap ingin menjalankan usaha secara formal dengan legalitas jelas.

    • Manajemen Sederhana

    Dengan hanya satu pemilik, PT Perorangan memiliki struktur manajemen yang sangat sederhana. Tidak ada kewajiban formal seperti rapat direksi atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemilik bisnis memiliki kendali penuh atas operasional sehari-hari dan strategi usaha, sehingga dapat bergerak dengan lebih leluasa dan efektif.

    • Pengambilan Keputusan Cepat

    Dalam PT Perorangan, semua keputusan strategis bisa diambil dengan cepat karena tidak perlu menunggu persetujuan atau diskusi dari pihak lain. Hal ini membuat perusahaan lebih adaptif dalam merespons tantangan pasar, serta bisa menangkap peluang secara lebih optimal.

    Kekurangan PT Perorangan

    • Tanggung Jawab Penuh Terhadap Risiko Usaha

    Karena hanya dimiliki satu orang, semua risiko yang timbul dalam menjalankan bisnis harus ditanggung sendiri oleh pemilik. Apabila terjadi kesalahan atau kegagalan usaha, tidak ada pihak lain yang dapat membantu menanggung beban tersebut. Kondisi ini berbeda dengan PT biasa yang memungkinkan risiko usaha dibagi dengan pemegang saham lainnya.

    • Kesulitan Menarik Investor

    PT Perorangan kurang menarik bagi investor, terutama investor besar yang umumnya lebih menyukai struktur kepemilikan yang jelas dan melibatkan lebih dari satu pemilik. Hal ini membuat pemilik usaha PT Perorangan sulit mendapatkan tambahan modal dari investor eksternal. Jika ingin lebih menarik bagi investor, PT Perorangan perlu diubah menjadi PT biasa.

    • Akses Pembiayaan Terbatas

    Lembaga keuangan seperti bank sering kali lebih percaya pada PT biasa karena dianggap memiliki struktur manajemen yang lebih kuat dan transparan. Akibatnya, PT Perorangan biasanya mengalami kesulitan dalam mengakses pinjaman atau fasilitas kredit, yang bisa menjadi hambatan serius dalam mengembangkan usaha.

    • Pertumbuhan Bisnis Terbatas

    Keterbatasan akses modal, pembiayaan, dan sumber daya manusia membuat PT Perorangan lebih lambat dalam bertumbuh dibandingkan perusahaan dengan sumber daya lebih besar. Jika pemilik ingin memperluas usaha, maka perlu mencari mitra tambahan atau mengubah badan usahanya menjadi PT biasa agar dapat berkembang secara optimal.

    Prosedur Pendirian PT Perorangan

    Berikut langkah-langkah yang perlu dipenuhi untuk mendirikan PT Perorangan sesuai dengan ketentuan di Indonesia:

    • Memenuhi Persyaratan Dasar

    Calon pendiri harus merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berusia minimal 17 tahun. PT Perorangan hanya boleh didirikan oleh satu orang saja yang sekaligus menjadi pemegang saham dan direktur. Skala usahanya wajib tergolong usaha mikro atau kecil (UMK).

    • Mengajukan Pernyataan Pendirian

    Pendirian PT Perorangan cukup dilakukan dengan mengisi formulir Pernyataan Pendirian melalui sistem elektronik AHU online. Dokumen ini mencakup identitas pemilik, nama perusahaan, alamat kedudukan, modal dasar, serta bidang usaha yang akan dijalankan.

    • Menentukan Nama PT

    Nama perusahaan wajib menggunakan Bahasa Indonesia, tidak boleh sama atau mirip dengan perusahaan yang telah ada, tidak boleh mengandung unsur yang melanggar ketertiban umum, dan tidak boleh terdiri dari angka. Aturan ini merujuk pada PP Nomor 43 Tahun 2011.

    • Menentukan KBLI Usaha

    Perusahaan harus memilih kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang paling sesuai dengan bidang usaha yang akan dijalankan, sebagai identifikasi resmi dalam izin usaha.

    • Pendaftaran AHU Online

    Setelah melengkapi persyaratan di atas, pendiri mendaftarkan perusahaan melalui sistem AHU online dan mendapatkan Sertifikat Pendirian PT Perorangan sebagai bukti legalitas.

    • Mendapatkan NIB Melalui OSS

    Selanjutnya, pemilik harus mendaftarkan PT Perorangan di sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang berfungsi sebagai identitas usaha.

    • Mendapatkan NPWP Badan

    Pemilik perusahaan juga wajib mendaftarkan perusahaan ke Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan agar bisa menjalankan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan.

    PT Perorangan bisa menjadi pilihan tepat bagi pelaku usaha mikro atau kecil yang ingin mendirikan usaha secara resmi dengan proses yang lebih mudah dan murah. Namun, calon pengusaha juga harus mempertimbangkan berbagai kekurangan yang dimilikinya agar dapat menjalankan usaha secara optimal.

    Dengan memahami semua aspek tersebut secara mendalam, calon pengusaha dapat membuat keputusan bisnis yang lebih tepat dan terinformasi.

    🔍 Ingin konsultasi lebih lanjut soal pendirian PT Perorangan? Hubungi tim GOLAW.id melalui [email protected] atau klik disini untuk pendampingan profesional!

  • KKPR Darat di Indonesia: Panduan Lengkap untuk Pemohon dan Pelaku Usaha

    KKPR Darat di Indonesia: Panduan Lengkap untuk Pemohon dan Pelaku Usaha

    KKPR Darat di Indonesia: Panduan Lengkap untuk Pemohon dan Pelaku Usaha

    “KKPR Darat adalah izin pemanfaatan lahan sesuai tata ruang. Wajib diajukan lewat OSS sebelum membangun atau berusaha.”

    Dalam pembangunan di Indonesia, tata ruang sangat penting untuk memastikan penggunaan lahan berjalan tertib dan tidak merusak lingkungan. Pengelolaan lahan seringkali menghadapi berbagai tantangan, seperti pembangunan yang tidak sesuai aturan, penggunaan lahan tanpa izin, atau konflik penggunaan lahan. Oleh karena itu, pemerintah membuat aturan untuk memastikan lahan digunakan sesuai rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

    Salah satu aturan penting dalam pengelolaan lahan adalah Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). KKPR Darat adalah izin yang harus dimiliki oleh siapa saja yang ingin menggunakan lahan untuk bisnis atau pembangunan. Tujuannya adalah memastikan penggunaan lahan sesuai dengan aturan tata ruang yang berlaku di daerah tersebut.

    Apa Itu KKPR Darat?

    KKPR adalah izin yang diberikan pemerintah kepada individu, perusahaan, atau lembaga yang ingin menggunakan lahan untuk kegiatan tertentu. KKPR Darat berlaku untuk lahan yang berada di wilayah daratan, seperti lahan pertanian, kawasan industri, atau perumahan.

    KKPR berbeda dengan izin lokasi atau izin lingkungan, karena fokusnya adalah memastikan bahwa penggunaan lahan sudah sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Tanpa KKPR, kegiatan usaha atau pembangunan bisa dianggap ilegal dan berpotensi dikenakan sanksi.

    Dasar Hukum KKPR Darat

    KKPR Darat diatur oleh beberapa peraturan, yaitu:

    • Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang mengatur proses perizinan melalui sistem OSS (Online Single Submission) (PP 5/2021).
    • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang menjelaskan bagaimana pemanfaatan ruang harus sesuai dengan rencana tata ruang (PP 21/2021).
    • Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KKPR, yang mengatur bagaimana proses pengajuan dan penerbitan KKPR Darat (Permen ATR/ Kepala BPN 13/2021).
    • Peraturan Kepala BKPM Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang menjelaskan tata cara perizinan usaha melalui sistem OSS.

    Peraturan ini dibuat untuk memastikan bahwa penggunaan lahan berjalan sesuai dengan aturan dan tidak merugikan masyarakat atau lingkungan sekitar.

    Kegiatan yang Memerlukan KKPR Darat

    KKPR Darat diperlukan jika Anda ingin menggunakan lahan untuk kegiatan tertentu, seperti:

    1. Pembangunan rumah atau perumahan
    2. Pembangunan pabrik atau kawasan industri
    3. Pembangunan tempat usaha seperti ruko atau toko
    4. Kegiatan pertanian berskala besar
    5. Proyek infrastruktur seperti jalan atau jembatan

    Jika Anda ingin memanfaatkan lahan untuk kegiatan di atas, Anda wajib mengajukan KKPR sebelum memulai pembangunan.

    Dokumen yang Dibutuhkan untuk Pengajuan KKPR Darat

    • Saat mengajukan KKPR Darat, Anda perlu menyiapkan beberapa dokumen, seperti:
      1. Fotokopi KTP (untuk perorangan) atau akta pendirian perusahaan (untuk badan usaha)
      2. Bukti kepemilikan tanah atau surat perjanjian sewa lahan
      3. Peta lokasi lahan
      4. Rencana pembangunan atau penggunaan lahan
      5. Dokumen lingkungan, jika kegiatan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan

    Dokumen tambahan mungkin dibutuhkan tergantung pada jenis kegiatan yang akan dilakukan dan peraturan di daerah masing-masing.

    • Saat mengajukan KKPR Darat, terdapat beberapa dokumen dan informasi yang wajib disertakan untuk memastikan permohonan sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2021, informasi yang paling sedikit harus dilampirkan meliputi:
    1. Koordinat lokasi, untuk menunjukkan titik lokasi lahan yang diajukan.
    2. Kebutuhan luas lahan kegiatan pemanfaatan ruang, sebagai informasi mengenai ukuran lahan yang akan digunakan.
    3. Informasi penguasaan tanah, berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa tanah.
    4. Informasi jenis usaha, untuk menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan di atas lahan tersebut.
    5. Rencana jumlah lantai bangunan, jika kegiatan usaha melibatkan pembangunan gedung.
    6. Rencana luas lantai bangunan, yang menunjukkan ukuran total bangunan yang direncanakan.
    7. Rencana teknis bangunan dan/atau rencana induk kawasan, yang memuat detail desain dan tata letak bangunan atau kawasan yang akan dibangun.

    Dokumen-dokumen ini membantu pemerintah memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan lahan tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan atau masyarakat sekitar.

    Cara Mengajukan KKPR Darat

    Proses pengajuan KKPR Darat dilakukan melalui sistem OSS (Online Single Submission). Berikut langkah-langkahnya:

    1. Buat akun OSS di situs resmi OSS.
    2. Isi formulir pengajuan KKPR dengan data diri, lokasi lahan, dan jenis kegiatan yang akan dilakukan.
    • Unggah dokumen yang dibutuhkan.
    1. Tunggu proses verifikasi. Pihak berwenang akan memeriksa dokumen dan mungkin melakukan survei lapangan.
    2. Jika semua persyaratan terpenuhi, izin KKPR akan diterbitkan. Jika ada kekurangan, pemohon akan diminta melengkapinya.

    Hak dan Kewajiban Pemohon

    Setelah mendapatkan KKPR, pemohon memiliki hak untuk menggunakan lahan sesuai izin yang diberikan. Namun, ada kewajiban yang harus dipenuhi, seperti:

    1. Menggunakan lahan sesuai dengan tujuan yang disetujui
    2. Menjaga kelestarian lingkungan sekitar
    3. Mematuhi aturan tata ruang yang berlaku

    Jika pemohon melanggar aturan, izin KKPR bisa dicabut dan dikenakan sanksi administratif atau hukum.

    Hambatan yang Sering Dihadapi

    Proses pengajuan KKPR Darat bisa menghadapi beberapa kendala, seperti:

    1. Dokumen yang tidak lengkap
    2. Waktu verifikasi yang lama
    3. Lokasi lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
    4. Biaya pengurusan yang bervariasi di setiap daerah

    Untuk mengatasi hambatan ini, pemohon disarankan untuk:

    1. Melakukan konsultasi awal dengan dinas terkait sebelum mengajukan KKPR
    2. Memastikan seluruh dokumen lengkap sebelum pengajuan
    3. Menggunakan jasa konsultan jika merasa kesulitan dalam proses pengajuan

    Manfaat KKPR Darat bagi Pembangunan

    KKPR Darat membantu memastikan pembangunan berjalan tertib dan sesuai aturan. Manfaatnya antara lain:

    1. Mencegah pembangunan ilegal
    2. Melindungi lahan yang diperuntukkan untuk konservasi atau pertanian
    3. Memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha
    4. Menciptakan lingkungan yang lebih tertata dan ramah lingkungan

    Bagi pelaku usaha, KKPR memberikan kepastian hukum sehingga usaha bisa berjalan tanpa risiko sanksi atau pembongkaran di kemudian hari.

    KKPR Darat adalah izin penting bagi siapa saja yang ingin memanfaatkan lahan untuk pembangunan atau bisnis. Dengan memiliki KKPR, pemohon bisa memastikan kegiatan yang dilakukan sesuai aturan dan tidak melanggar tata ruang.

    Sebelum mengajukan KKPR, penting untuk memahami jenis kegiatan yang memerlukan izin ini, menyiapkan dokumen dengan lengkap, dan berkonsultasi dengan pihak terkait. Dengan begitu, proses pengajuan bisa berjalan lebih lancar dan tanpa hambatan.

    Ingin proses pengajuan KKPR Darat Anda berjalan lancar tanpa ribet? Hubungi GoLaw sekarang di [email protected] untuk mewujudkan usaha Anda dengan proses perizinan yang lebih mudah, cepat, dan sesuai peraturan! 

    👉 Konsultasikan sekarang!

  • Penting! Syarat dan Cara Mengurus Perubahan Akta PT

    Penting! Syarat dan Cara Mengurus Perubahan Akta PT

    Penting! Syarat dan Cara Mengurus Perubahan Akta PT

    “Perubahan akta PT wajib saat terjadi perubahan signifikan (nama, alamat, modal, bidang usaha, atau pengurus) dengan persetujuan Kemenkumham, publikasi BNRI, dan dokumen lengkap (akta pendirian/SK, KTP/NPWP, Berita Acara RUPS, NIB, dsb.).”

    Perubahan akta Perseroan Terbatas (PT) wajib dilakukan jika perusahaan Anda mengalami perubahan penting, seperti mengganti nama, pindah alamat, perubahan modal usaha, pergantian pengurus, atau bahkan perubahan jenis usaha. Hal ini diperlukan untuk memastikan perusahaan tetap legal dan bisa beroperasi secara sah menurut aturan pemerintah Indonesia.

    Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan dengan sederhana cara mengurus perubahan akta PT, lengkap dengan syarat, estimasi biaya, dan berapa lama prosesnya.

    Kapan Perlu Melakukan Perubahan Akta PT?

    Tidak semua perubahan dalam perusahaan perlu diubah akta pendiriannya. Namun, beberapa perubahan berikut wajib dibuatkan akta perubahan yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham):

    • Perubahan nama perusahaan (misalnya karena rebranding atau alasan lainnya).
    • Pindah alamat perusahaan ke kota atau kabupaten lain.
    • Perubahan jenis atau bidang usaha, misalnya menambah kegiatan usaha baru atau mengganti Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
    • Perubahan jangka waktu berdirinya perusahaan, misalnya memperpanjang masa berlaku perusahaan.
    • Perubahan modal usaha, baik menambah maupun mengurangi modal dasar, serta modal yang disetor oleh pemegang saham.
    • Perubahan status perusahaan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public) atau sebaliknya.

    Semua perubahan tersebut wajib mendapat persetujuan Kemenkumham sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2007 yang terakhir diperbarui dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

    Syarat Dokumen untuk Perubahan Akta 

    Berikut ini adalah dokumen yang perlu disiapkan oleh perusahaan Anda sebelum melakukan perubahan akta PT:

    1. Akta pendirian PT dan surat keputusan (SK) pengesahan terakhir dari Kemenkumham.
    2. Akta perubahan terakhir beserta SK pengesahannya, jika sebelumnya pernah ada perubahan.
    3. Fotokopi KTP dan NPWP dari pemegang saham, direksi, dan komisaris yang masih berlaku.
    4. Berita Acara hasil rapat umum pemegang saham (RUPS).
    5. Surat pernyataan persetujuan perubahan dari semua pemegang saham.
    6. NPWP perusahaan.
    7. Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diperoleh melalui sistem OSS (Online Single Submission).
    8. Dokumen tambahan tergantung jenis perubahan, misalnya surat keterangan domisili baru untuk perubahan alamat.

    Prosedur Mudah Mengurus Perubahan Akta 

    Berikut langkah-langkah jelas dan sederhana untuk melakukan perubahan akta PT:

    • Melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

    Langkah pertama adalah mengadakan rapat pemegang saham untuk mengambil keputusan bersama terkait perubahan yang akan dilakukan.

    1. Undangan RUPS harus disampaikan oleh Direksi paling lambat 14 hari sebelum rapat berlangsung.
    2. RUPS dianggap sah apabila dihadiri minimal 2/3 pemegang saham yang memiliki hak suara.
    3. Keputusan disetujui jika minimal 1/2 pemegang saham yang hadir menyatakan setuju.
    4. Hasil keputusan rapat ditulis dalam Berita Acara RUPS dan ditandatangani oleh ketua rapat dan minimal satu pemegang saham yang mewakili.
    • Membuat Akta Perubahan Melalui Notaris

    Setelah RUPS selesai, langkah selanjutnya:

    1. Perusahaan menunjuk notaris untuk membuat akta perubahan.
    2. Notaris menyiapkan akta perubahan berdasarkan hasil keputusan rapat.
    3. Akta ditandatangani oleh pihak-pihak terkait di hadapan notaris.
    • Mengajukan Persetujuan ke Kemenkumham

    Setelah akta ditandatangani, langkah selanjutnya:

    1. Notaris mengajukan permohonan secara online melalui sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) di website Kemenkumham.
    2. Kemenkumham akan memeriksa dan melakukan verifikasi dokumen.
    3. Jika sudah disetujui, Kemenkumham akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) persetujuan perubahan akta.
    • Mengumumkan Perubahan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI)

    Langkah terakhir setelah mendapatkan SK dari Kemenkumham:

    1. Perusahaan wajib mengajukan permohonan publikasi perubahan tersebut ke BNRI.
    2. Perubahan yang sudah disahkan diumumkan dalam BNRI agar diketahui publik secara luas.

    Hal Penting Tambahan yang Wajib Anda Ketahui

    1. Pastikan alamat perusahaan terbaru sesuai dengan zonasi peruntukan usaha.
    2. Jika ada perubahan jenis usaha, pastikan KBLI yang baru sudah sesuai dengan NIB Anda.
    3. Perubahan modal perusahaan harus dicatat secara detail agar tidak bermasalah dengan pajak.

    Mengurus perubahan akta PT merupakan langkah wajib yang harus dilakukan apabila perusahaan mengalami perubahan penting seperti nama, alamat, modal usaha, bidang usaha, ataupun susunan pengurus. Prosesnya dimulai dengan mengadakan RUPS, pembuatan akta perubahan oleh notaris, pengajuan persetujuan ke Kemenkumham, hingga pengumuman resmi di Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). 

    Penting bagi perusahaan untuk menyiapkan dokumen dengan lengkap dan memahami prosedur yang berlaku agar proses perubahan akta berjalan lancar dan sesuai aturan hukum di Indonesia.

    Kesulitan Mengurus Perubahan Akta PT? Tenang saja! Golaw siap membantu proses perubahan akta PT Anda hingga selesai. Konsultasikan kebutuhan Anda melalui [email protected] atau klik disini

  • Izin Usaha Pertambangan (IUP): Syarat dan Cara Pengajuan Sesuai Peraturan Terbaru

    Izin Usaha Pertambangan (IUP): Syarat dan Cara Pengajuan Sesuai Peraturan Terbaru

    Izin Usaha Pertambangan (IUP): Syarat dan Cara Pengajuan Sesuai Peraturan Terbaru

    “Izin Usaha Pertambangan wajib dimiliki agar usaha tambang legal dan sesuai regulasi. Pahami jenis, manfaat, syarat, dan cara pengajuannya untuk operasional yang aman dan berkelanjutan.”

    Industri pertambangan di Indonesia memiliki potensi besar dalam mendukung perekonomian nasional. Namun, untuk menjalankan usaha pertambangan secara legal, pelaku usaha wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Izin ini menjadi dasar hukum bagi perusahaan atau perorangan untuk melakukan eksplorasi hingga operasi produksi di sektor pertambangan mineral dan batubara.

    Peraturan mengenai perizinan tambang terus mengalami perubahan untuk memastikan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami manfaat, jenis, syarat, serta prosedur pengajuan IUP sesuai regulasi terbaru. 

    Artikel ini akan membahas secara lengkap bagaimana cara mendapatkan izin usaha pertambangan agar bisnis Anda dapat berjalan sesuai hukum yang berlaku.

    Apa Itu Izin Usaha Pertambangan (IUP)?

    Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin resmi yang diberikan oleh pemerintah kepada badan usaha atau perorangan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi pertambangan. 

    IUP diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

    Manfaat Memiliki Izin Usaha Pertambangan

    1. Legalitas Resmi – Memberikan kepastian hukum dalam operasional bisnis pertambangan.
    2. Hak Eksplorasi dan Produksi – Memungkinkan pemegang izin melakukan eksplorasi dan produksi tambang secara sah.
    3. Akses ke Investor & Perbankan – Mempermudah mendapatkan pendanaan dari bank atau investor.
    4. Kepatuhan terhadap Regulasi Lingkungan – Menjamin kegiatan pertambangan berjalan sesuai standar keberlanjutan.

    Jenis-Jenis IUP

    1. IUP Eksplorasi – Untuk penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan tambang.
    2. IUP Operasi Produksi – Untuk konstruksi, penambangan, pengolahan, serta pengangkutan hasil tambang
    3. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) – Untuk usaha pertambangan rakyat dalam skala kecil.
    4. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) – Untuk pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
    5. Izin Pengangkutan dan Penjualan – Untuk perusahaan yang hanya melakukan distribusi hasil tambang.

    Syarat Pengajuan IUP

    • Syarat Administratif
      1. Identitas pemohon (KTP dan NPWP perorangan atau Akta Pendirian dan NPWP badan usaha).
      2. Surat permohonan izin.
      3. Bukti penguasaan wilayah pertambangan.
      4. Studi kelayakan teknis dan ekonomi.
      5. Dokumen lingkungan hidup (AMDAL/UKL-UPL).
    • Syarat Teknis
      1. Memiliki tenaga ahli pertambangan.
      2. Menyusun rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
      3. Komitmen reklamasi dan pascatambang.
    • Syarat Finansial
    1. Bukti kemampuan keuangan perusahaan.
    2. Jaminan reklamasi dan pascatambang.

    Cara Mengajukan IUP

      1. Registrasi di OSS-RBA – Daftar akun di sistem perizinan terintegrasi OSS-RBA.
      2. Pengajuan Izin – Pilih jenis IUP yang sesuai, unggah dokumen persyaratan.
      3. Proses Evaluasi – Pemerintah akan memverifikasi persyaratan teknis dan administratif.
      4. Penerbitan IUP – Jika semua persyaratan terpenuhi, IUP akan diterbitkan secara elektronik.

    IUP adalah syarat wajib bagi pelaku usaha yang ingin bergerak di sektor pertambangan secara legal. Dengan memiliki IUP, perusahaan mendapatkan perlindungan hukum, hak eksplorasi dan produksi, serta akses terhadap sumber daya dan pendanaan.

    Pemerintah terus memperbarui regulasi agar praktik pertambangan tetap berkelanjutan dan sesuai dengan standar lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami jenis-jenis IUP, syarat administrasi, teknis, dan finansial, serta mengikuti prosedur pengajuan melalui OSS-RBA.

    Dengan mengikuti prosedur yang benar, perusahaan dapat menjalankan aktivitas pertambangan dengan aman, legal, dan berkelanjutan.

    Ingin Mengurus Izin Usaha Pertambangan dengan Mudah dan Cepat? GOLAW.id siap membantu Anda dalam proses perizinan tambang, mulai dari pendaftaran hingga penerbitan izin. Hubungi kami sekarang melalui melalui [email protected] atau klik disini untuk mulai berkonsultasi!

    Referensi: 

    https://desdm.ntbprov.go.id/page/perijinan-tambang.html

  • Perbedaan RUPS dan Keputusan Sirkuler yang Wajib Dipahami Pemegang Saham

    Perbedaan RUPS dan Keputusan Sirkuler yang Wajib Dipahami Pemegang Saham

    Perbedaan RUPS dan Keputusan Sirkuler yang Wajib Dipahami Pemegang Saham

    “RUPS dilakukan melalui rapat fisik dengan suara mayoritas, sedangkan Keputusan Sirkuler tanpa rapat dan wajib disetujui semua pemegang saham. Keduanya sah, tapi digunakan sesuai kebutuhan dan urgensi keputusan.”

    Dalam dunia bisnis, khususnya bagi Perseroan Terbatas (PT), keputusan penting biasanya diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun, terdapat mekanisme lain yang dapat digunakan, yaitu Keputusan Sirkuler atau Circular Resolution. Kedua cara pengambilan keputusan ini memiliki landasan hukum yang jelas, diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), tetapi keduanya memiliki prosedur, manfaat, serta tantangan masing-masing. 

    Artikel ini akan mengulas perbedaan keduanya agar pemegang saham dan pelaku usaha memahami kapan sebaiknya memilih metode yang paling tepat.

    Perbedaan Keputusan Sirkuler vs RUPS

    Tabel Perbedaan RUPS dan Keputusan Sirkuler
    Tabel Perbedaan RUPS dan Keputusan Sirkuler

    Penjelasan Detail Perbedaan

    Mekanisme Pelaksanaan

    Pada RUPS, seluruh pemegang saham diundang untuk hadir secara langsung atau diwakili dalam rapat yang dilaksanakan di tempat dan waktu tertentu. RUPS dapat berupa RUPS Tahunan (RUPST) atau RUPS Luar Biasa (RUPSLB) tergantung pada agenda yang akan dibahas. 

    Dalam rapat ini, keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas sesuai dengan ketentuan quorum yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan dan UUPT.

    Sebaliknya, Keputusan Sirkuler dilakukan tanpa pertemuan fisik. Usulan keputusan dikirimkan secara tertulis kepada seluruh pemegang saham, dan keputusan baru dianggap sah jika seluruh pemegang saham memberikan persetujuan tertulis. Cara ini sangat efektif untuk pengambilan keputusan yang cepat, terutama jika pemegang saham berada di lokasi yang berbeda-beda atau bahkan di luar negeri.

    Persetujuan dan Kuorum

    RUPS mensyaratkan kehadiran pemegang saham dengan jumlah tertentu (quorum) agar rapat dapat dilaksanakan dan keputusan dapat diambil. Biasanya, keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas, kecuali untuk keputusan tertentu yang memerlukan suara lebih dari mayoritas, seperti perubahan anggaran dasar.

    Keputusan Sirkuler mensyaratkan persetujuan bulat (unanimous consent) dari seluruh pemegang saham yang memiliki hak suara. Jika ada satu pemegang saham yang tidak menyetujui, keputusan tersebut tidak dapat diambil melalui mekanisme sirkuler dan harus dilakukan melalui RUPS.

    Kekuatan Hukum dan Formalitas

    Kedua mekanisme ini memiliki kekuatan hukum yang sama dan mengikat secara sah. Namun, untuk Keputusan Sirkuler, persetujuan tertulis seluruh pemegang saham harus dituangkan dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh Notaris agar memiliki kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil dalam RUPS.

    Efisiensi dan Praktikalitas

    RUPS membutuhkan persiapan yang lebih panjang, termasuk pengiriman undangan, penentuan waktu dan tempat rapat, serta pengelolaan dokumen rapat. Hal ini memerlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit, terutama untuk perusahaan dengan banyak pemegang saham yang tersebar di berbagai lokasi.

    Keputusan Sirkuler menawarkan kemudahan dan efisiensi karena tidak memerlukan pertemuan fisik. Mekanisme ini sangat cocok untuk pengambilan keputusan yang tidak kontroversial dan sudah disepakati bersama, sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan tanpa mengurangi aspek legalitas.

    Interaksi dan Diskusi

    RUPS memungkinkan adanya interaksi langsung antar pemegang saham, diskusi, tanya jawab, dan negosiasi sebelum pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk keputusan yang kompleks dan membutuhkan pertimbangan matang.

    Dalam Keputusan Sirkuler, interaksi langsung tidak terjadi karena prosesnya dilakukan secara tertulis. Oleh karena itu, mekanisme ini kurang cocok untuk keputusan yang memerlukan diskusi mendalam atau potensi perbedaan pendapat yang signifikan.

    Kapan Menggunakan RUPS dan Kapan Keputusan Sirkuler?

    Pemilihan antara RUPS dan Keputusan Sirkuler sangat bergantung pada kondisi dan kebutuhan perusahaan serta sifat keputusan yang akan diambil.

    • RUPS lebih tepat digunakan untuk keputusan yang bersifat strategis, kompleks, atau kontroversial, seperti perubahan anggaran dasar, pengangkatan direksi dan komisaris, penggabungan perusahaan, atau keputusan yang memerlukan diskusi dan persetujuan mayoritas.
    • Keputusan Sirkuler ideal untuk keputusan yang sifatnya rutin, tidak kontroversial, dan sudah mendapat kesepakatan dari seluruh pemegang saham, seperti persetujuan pinjaman, penunjukan auditor, atau keputusan yang memerlukan kecepatan dan efisiensi.

    Singkatnya, RUPS adalah mekanisme pengambilan keputusan yang formal dan melibatkan pertemuan fisik pemegang saham dengan suara mayoritas, sedangkan Keputusan Sirkuler adalah cara yang lebih fleksibel dan efisien untuk mengambil keputusan tanpa pertemuan fisik, dengan syarat semua pemegang saham harus menyetujui secara tertulis. Keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama, tetapi berbeda dalam proses dan persyaratan persetujuannya.

    Butuh panduan hukum lengkap terkait pengambilan keputusan dalam Perseroan Terbatas? Hubungi kami sekarang dan dapatkan solusi hukum terbaik untuk perusahaan Anda! Kunjungi golaw.id atau klik disini untuk menghubungi layanan konsultasi kami.

  • Usaha di Sektor Pariwisata? Ini Aturan Pajak yang Harus Dipatuhi

    Usaha di Sektor Pariwisata? Ini Aturan Pajak yang Harus Dipatuhi

    Usaha di Sektor Pariwisata? Ini Aturan Pajak yang Harus Dipatuhi

    “Pelaku usaha pariwisata wajib memungut Pajak Barang dan Jasa Tertentu sesuai UU 1/2022, dengan ketentuan khusus untuk layanan hiburan malam. Setiap pemerintah daerah mengatur pendaftaran NPWPD, pelaporan, dan pembayaran melalui sistem e-tax atau e-billing sesuai Perda setempat.”

    Pariwisata memiliki peran penting dalam menggerakkan ekonomi daerah. Selain menarik wisatawan, industri ini juga membuka banyak lapangan kerja dan membantu meningkatkan pendapatan daerah. Agar manfaat ekonomi ini terus berkembang, pemerintah daerah mengenakan pajak pada usaha-usaha di sektor pariwisata, seperti hotel, restoran, tempat hiburan, dan lainnya.

    Pajak ini bukan hanya kewajiban, tetapi juga sumber pendapatan utama bagi daerah. Oleh karena itu, penting bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata untuk memahami aturan yang berlaku agar bisa menjalankan bisnis dengan lancar dan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan.

    Salah satu regulasi utama terkait pajak wisata daerah adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU 1/2022) .

    Lalu, bagaimana aturan pajak bagi usaha pariwisata di daerah? Simak penjelasannya berikut ini.

    Apa Itu Pajak Wisata Daerah?

    Pajak wisata daerah adalah pungutan yang dikenakan pemerintah daerah kepada bisnis yang bergerak di sektor pariwisata. Dasarnya diatur dalam UU 1/2022, yang mengkategorikan pajak ini sebagai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

    Jenis usaha yang termasuk dalam sektor pariwisata diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (yang telah diperbarui dalam UU Cipta Kerja). Beberapa jenis usaha pariwisata yang dikenakan pajak antara lain:

    • Destinasi wisata
    • Hotel dan penginapan
    • Restoran dan kafe
    • Jasa perjalanan wisata
    • Tempat hiburan seperti bioskop, taman rekreasi, karaoke, diskotek, dan bar
    • Spa dan layanan kesehatan wisata
    • Pameran, acara seni, dan pertunjukan budaya

    Pajak ini berlaku untuk setiap transaksi yang terjadi di dalam bisnis tersebut.

    Jenis Pajak Wisata Daerah

    Berdasarkan UU 1/2022, ada tiga kategori utama Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dikenakan pada usaha wisata, yaitu:

    • Pajak Restoran

    Setiap bisnis yang menjual makanan dan minuman untuk dikonsumsi langsung dikenakan pajak ini. Pajak ini berlaku untuk restoran, kafe, warung makan, hingga layanan katering yang menyediakan makanan secara langsung kepada pelanggan. Namun, tidak semua bisnis makanan terkena pajak ini. Misalnya, toko swalayan atau pabrik makanan tidak termasuk dalam objek pajak.

    • Pajak Hotel dan Penginapan

    Pajak ini dikenakan pada berbagai jenis akomodasi, mulai dari hotel berbintang hingga losmen dan vila. Namun, ada pengecualian untuk penginapan di asrama pemerintah, rumah sakit, panti jompo, serta fasilitas penginapan yang digunakan untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan.

    • Pajak Hiburan

    Pajak hiburan dikenakan pada berbagai jenis usaha yang menyediakan hiburan bagi masyarakat, seperti:

    • Pertunjukan seni dan budaya
    • Konser musik
    • Bioskop dan wahana permainan
    • Diskotek, bar, dan karaoke
    • Spa dan pusat kebugaran

    Namun, kegiatan seni budaya yang bersifat edukatif atau tidak dipungut biaya bisa dibebaskan dari pajak ini.

    Berapa Tarif Pajak Wisata Daerah?

    Tarif pajak wisata daerah berbeda-beda tergantung jenis usahanya dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing daerah. Namun, secara umum berdasarkan Pasal 58 UU 1/2022, tarif PBJT maksimal adalah 10% dari harga jual barang atau jasa yang dikenakan pajak.

    Namun, untuk sektor hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa, tarif pajaknya bisa jauh lebih tinggi, yakni antara 40% hingga 75%. Tarif ini dimaksudkan untuk mengatur bisnis hiburan sekaligus meningkatkan pendapatan daerah dari sektor ini.

    Contoh Penerapan Pajak Pariwisata di Berbagai Daerah

    Setiap daerah dapat memiliki peraturan daerah (Perda) yang spesifik mengatur pajak-pajak ini, selama sesuai dengan batas UU di atas. Berikut beberapa contoh nyata:

    • DKI Jakarta: Sebagai ibu kota dengan banyak hotel, restoran, dan hiburan, Jakarta telah mengubah Perdanya menyesuaikan UU HKPD. Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024 menetapkan tarif PBJT 10% untuk hotel, restoran, dan hiburan pada umumnya, dan 40% khusus untuk hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.
    • Bali (Contoh Kabupaten Badung & Kota Denpasar): Bali sebagai daerah wisata utama memiliki PAD besar dari pajak hotel dan restoran. Sebelum aturan baru, tarif di kabupaten/kota Bali umumnya 10% untuk hotel dan restoran, dan bervariasi untuk hiburan (misal hiburan umum 10%-15%, hiburan malam bisa 35%). Pasca UU HKPD, Bali juga menyesuaikan. Kota Denpasar misalnya telah menerbitkan Perda No. 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengikuti skema PBJT: tarif 10% untuk hotel, restoran, parkir, hiburan umum, dan 40% untuk diskotek, karaoke, klub malam, bar, spa​.
    • DI Yogyakarta: Daerah Istimewa Yogyakarta mengandalkan sektor wisata budaya dan pendidikan, dengan banyak hotel kecil, restoran lokal, dan objek hiburan seperti wisata alam dan budaya. Kota Yogyakarta dan kabupaten sekitarnya dahulu memiliki Perda terpisah (contoh: Perda Kota Yogyakarta No. 5 Tahun 2021) untuk pajak hotel, restoran, hiburan dengan tarif umum 10%. Setelah UU HKPD, Yogya juga mengintegrasikan aturannya. Kota Yogyakarta menerbitkan Perda No. 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah yang mengatur tarif PBJT 10% dan 40% untuk hiburan tertentu (mirip DKI).

    Siapa yang Wajib Membayar Pajak Ini?

    Pajak ini dibebankan kepada pelanggan yang membeli layanan atau barang di sektor wisata. Sementara itu, pemilik usaha bertanggung jawab untuk memungut dan menyetorkan pajak ini kepada pemerintah daerah sesuai aturan yang berlaku.

    Jika pemilik usaha tidak membayar pajak sesuai ketentuan, mereka bisa terkena sanksi, mulai dari denda hingga pencabutan izin usaha.

    Bagaimana Cara Membayar Pajak Wisata Daerah?

    Setiap daerah memiliki mekanisme sendiri untuk pemungutan pajak ini, yang biasanya diatur dalam Perda. Namun, secara umum, langkah-langkahnya adalah:

    1. Mendaftarkan usaha ke dinas pajak daerah untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
    2. Melaporkan dan membayar pajak secara berkala sesuai ketentuan yang berlaku (bulanan atau tahunan).
    3. Menggunakan sistem e-tax atau e-billing yang disediakan pemerintah daerah untuk mempermudah pembayaran pajak.

    Untuk memastikan bisnis Anda tetap patuh terhadap aturan pajak, selalu cek regulasi terbaru yang berlaku di daerah tempat usaha Anda beroperasi.

    Pajak wisata daerah adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pelaku usaha di sektor pariwisata. Pengenaan pajak ini bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta mendukung pembangunan infrastruktur dan pengembangan wisata lokal.

    Agar bisnis tetap berjalan dengan lancar tanpa kendala hukum, pastikan Anda memahami dan mematuhi ketentuan pajak yang berlaku. Jika masih bingung dengan aturan pajak wisata daerah, konsultasikan dengan ahli hukum bisnis untuk mendapatkan solusi terbaik.

    Ingin memastikan bisnis Anda patuh terhadap aturan pajak daerah? GOLAW.id siap membantu Anda memahami regulasi terbaru dan mengurus kepatuhan pajak bisnis pariwisata Anda. Konsultasikan dengan tim ahli kami sekarang juga melalui  [email protected] atau klik disini!

    Referensi:

    https://bapenda.jakarta.go.id/jenis/pajak-hiburan

    Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

  • Bisnis Aman dan Legal! Begini Cara Mengurus SHGB dengan Mudah

    Bisnis Aman dan Legal! Begini Cara Mengurus SHGB dengan Mudah

    Bisnis Aman dan Legal! Begini Cara Mengurus SHGB dengan Mudah

    “Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) diperlukan pelaku usaha untuk legalitas bangunan bisnisnya, dengan pengurusannya kini lebih mudah melalui Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan sesuai luas tanah.”

    Bagi pelaku usaha yang ingin mendirikan bangunan untuk operasional bisnisnya, memastikan legalitas tanah adalah hal yang wajib dilakukan. Tanpa izin yang sah, bangunan usaha berisiko terkena sanksi hukum atau bahkan dibongkar.

    Salah satu bentuk legalitas tanah yang paling umum digunakan untuk mendirikan tempat usaha adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB adalah bukti hukum yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah milik negara atau pihak lain untuk mendirikan dan memiliki bangunan dalam jangka waktu tertentu.

    Ketentuan mengenai SHGB telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU 5/1960).

    Apa Itu Hak Guna Bangunan (HGB)?

    Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak yang diberikan kepada individu atau badan hukum untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya.

    Perbedaannya dengan Hak Milik adalah:

    • HGB tidak memberikan kepemilikan atas tanah, melainkan hanya hak untuk menggunakan tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.
    • HGB berlaku maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 35 ayat (1) UU 5/1960.

    Karena sifatnya yang terbatas, pemilik SHGB perlu memperbarui atau memperpanjang haknya sebelum masa berlaku habis agar tetap dapat menggunakan tanah tersebut secara legal.

    Siapa yang Harus Mengurus SHGB?

    Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU 5/1960, SHGB dapat dimiliki oleh:

    1. Warga Negara Indonesia (WNI)
    2. Badan hukum yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, seperti:
      1. Perseroan Terbatas (PT)
      2. Koperasi
      3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

    Badan usaha yang ingin menggunakan tanah untuk keperluan bisnisnya perlu memastikan bahwa lahan yang digunakan memiliki legalitas yang jelas agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

    Proses Pengurusan SHGB

    Pengurusan SHGB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (PP 18/2021).

    Secara umum, proses pengurusannya adalah sebagai berikut:

    1. HGB di atas Tanah Negara: Diberikan melalui keputusan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
    2. HGB di atas Tanah Hak Pengelolaan: Diberikan oleh Menteri ATR/BPN dengan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan (HPL).
    3. HGB di atas Tanah Hak Milik: Dapat diberikan melalui kesepakatan antara pemegang Hak Milik dengan pihak yang akan menggunakan tanah tersebut, yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

    Ketentuan Baru tentang Penerbitan SHGB

    Dalam aturan terbaru, terdapat perubahan terkait proses penerbitan SHGB yang tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah (Permen ATR/BPN 16/2022).

    Kini, sebagian wewenang Menteri ATR/BPN dapat didelegasikan kepada:

    • Kepala Kantor Wilayah untuk menerbitkan SHGB bagi:
    1. Individu dengan luas tanah antara 10.000 m² – 20.000 m²
    2. Badan hukum dengan luas tanah antara 30.000 m² – 250.000 m²
    • Kepala Kantor Pertanahan untuk menerbitkan SHGB bagi:
    1. Individu dengan luas tanah maksimal 10.000 m²
    2. Badan hukum dengan luas tanah maksimal 30.000 m²

    Memiliki SHGB sangat penting bagi pelaku usaha yang ingin menggunakan tanah secara legal untuk membangun tempat usaha. Dengan SHGB, pelaku usaha mendapatkan perlindungan hukum serta kepastian dalam menggunakan lahan untuk bisnisnya.

    Butuh Bantuan Mengurus SHGB? Jangan biarkan legalitas usaha Anda bermasalah! Konsultasikan dengan GOLAW.id untuk mendapatkan solusi cepat dan terpercaya. Hubungi kami sekarang melalui [email protected] atau klik disini!