Dapatkah Hak Cipta Diwariskan kepada Ahli Waris?
“Hak ekonomi atas ciptaan diwariskan kepada ahli waris melalui akta waris dan pencatatan di DJKI, sementara hak moral tetap melekat pada pencipta. Kontrol pelaksanaan dapat diatur lewat wasiat sesuai UU Hak cipta.”
Banyak orang awam mungkin bertanya, apakah hak cipta dapat menjadi bagian dari warisan seperti halnya harta benda lain? Jawabannya: iya, hak cipta dapat diwariskan, meskipun dengan ketentuan tertentu. Sebelum membahas pewarisan hak cipta, penting untuk memahami terlebih dahulu apa itu hak cipta dan jenis-jenis hak yang melekat di dalamnya.
Hak cipta secara sederhana adalah hak eksklusif yang dimiliki pencipta atas karya ciptaannya, yang timbul secara otomatis begitu karya tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata. Di Indonesia, perlindungan hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UU Hak Cipta).
Undang-undang ini menganggap hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud, artinya hak cipta diperlakukan sebagai objek kekayaan intelektual yang dapat dialihkan layaknya aset lainnya. Dengan dasar inilah, hak cipta dapat dialihkan atau beralih kepemilikan kepada pihak lain, termasuk kepada ahli waris si pencipta.
Pengertian Hak Cipta sebagai Kekayaan Intelektual
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, baik secara tradisional maupun digital. UU Hak Cipta menggolongkan hak cipta sebagai:
- Benda bergerak tidak berwujud yang dapat diperdagangkan, diwariskan, dihibahkan, atau diwasiatkan (Pasal 2 ayat 2 UU Hak Cipta).
- Meliputi hak moral dan hak ekonomi sebagaimana dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 16 dan Pasal 19 UU Hak Cipta.
Dengan pengakuan sebagai benda bergerak tidak berwujud, hak cipta dapat menjadi bagian dari harta warisan almarhum pencipta.
Pengalihan Hak Cipta Melalui Pewarisan Menurut UU Hak Cipta
UU Hak Cipta telah mengatur secara jelas bahwa hak cipta dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain termasuk melalui pewarisan. Pasal 16 ayat (2) UU Hak Cipta menyebutkan beberapa cara pengalihan hak cipta, yaitu:
- Pewarisan,
- Hibah (pemberian hadiah),
- Wakaf,
- Wasiat,
- Perjanjian tertulis, dan
- Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dari ketentuan di atas, jelas bahwa salah satu cara pengalihan hak cipta adalah melalui pewarisan. Artinya, ketika pencipta meninggal dunia, hak cipta atas karya-karyanya dapat menjadi bagian dari harta warisan yang diterima oleh ahli warisnya.
Namun, perlu digaris bawahi bahwa yang dimaksud dengan hak cipta yang “dapat dialihkan” melalui warisan ini hanyalah hak ekonomi-nya saja. Hak ekonomi atas ciptaan (seperti hak untuk mendapat keuntungan atau royalti dari karya tersebut) dapat berpindah kepada ahli waris, sedangkan hak moral tetap melekat pada pencipta dan tidak beralih kepada siapapun bahkan setelah pencipta wafat.
Hak moral pencipta (misalnya nama baik dan kehormatan terkait karyanya) tetap dihormati dan dijaga, dan ahli waris berwenang untuk melanjutkan perlindungan hak moral tersebut, tetapi mereka tidak menjadi “pemilik” hak moral itu dalam arti bisa memperjualbelikannya.
Sebagai contoh, jika seorang novelis meninggal dunia, hak ekonomi atas novel-novelnya (misalnya royalti penjualan buku atau adaptasi film) akan menjadi hak ahli warisnya. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) UU Hak Cipta yang memungkinkan hak cipta beralih karena pewarisan. Bahkan Pasal 19 ayat (1) UU Hak Cipta menegaskan bahwa ciptaan yang belum sempat diumumkan atau dipublikasikan oleh penciptanya sampai ia meninggal, akan menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiatnya. Dengan kata lain, secara hukum hak ekonomi atas karya tersebut otomatis masuk ke dalam harta peninggalan yang diwariskan.
Bagaimana Proses Mewariskan Hak Cipta?
Secara hukum, ketika pencipta meninggal dunia, hak cipta (khususnya hak ekonomi) otomatis menjadi bagian dari harta warisannya yang akan jatuh kepada ahli waris sesuai hukum waris yang berlaku. Meskipun otomatis, untuk keperluan hukum dan administrasi ada baiknya ahli waris mengambil beberapa langkah agar pengalihan hak cipta tersebut diakui secara resmi:
- Membuat Surat/Akta Keterangan Waris
Ahli waris sebaiknya membuat akta waris atau surat keterangan ahli waris sebagai bukti otentik bahwa mereka berhak atas hak cipta yang ditinggalkan almarhum. Dokumen ini biasanya dibuat di hadapan notaris atau instansi berwenang dan mencantumkan daftar ahli waris serta harta yang diwariskan (termasuk hak cipta di dalamnya).
- Pencatatan Pengalihan Hak Cipta
Setelah mendapatkan surat keterangan waris, ahli waris dapat mengajukan pencatatan perubahan pemilik hak cipta ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham. Hal ini sesuai anjuran UU Hak Cipta agar setiap pengalihan hak cipta diumumkan dalam Berita Resmi Hak Cipta untuk kepastian hukum.
- Pelaksanaan Wasiat (jika ada)
Bila pencipta meninggalkan wasiat yang mengatur khusus tentang hak cipta (misal menunjuk penerima tertentu untuk hak ekonomi atau pelaksana hak moral), maka wasiat tersebut harus dihormati. Pelaksanaan wasiat dapat melibatkan penyesuaian pembagian hak cipta sesuai isi wasiat, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum.
Perlu dicatat bahwa hak cipta sebagai harta warisan tetap tunduk pada hukum waris yang berlaku. Misalnya, apabila pencipta meninggal tanpa ahli waris sama sekali (tidak ada keluarga sedarah maupun pasangan), sesuai ketentuan umum, seluruh harta peninggalannya (termasuk hak cipta) akan jatuh kepada negara. Namun, kasus semacam ini jarang terjadi. Umumnya hak cipta akan diwariskan kepada keluarga terdekat atau penerima wasiat yang sah.
Jika Anda membutuhkan pendampingan hukum terkait pewarisan hak cipta atau ingin berkonsultasi lebih lanjut tentang perlindungan dan pengelolaan kekayaan intelektual, hubungi tim profesional GOLAW.id melalui [email protected] atau klik disini!