Pelaporan Beneficial Ownership Oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
“Permenkumham 2/2025 memperkuat verifikasi dan pengawasan pelaporan Pemilik Manfaat bagi seluruh entitas korporasi dengan kewajiban identifikasi, pembaruan data tahunan, serta sanksi tegas untuk mencegah kejahatan finansial. Regulasi ini menjamin akurasi informasi pemilik kendali perusahaan dan mendukung penegakan hukum.”
Isu Beneficial Ownership (BO) atau Pemilik Manfaat dalam korporasi menjadi sorotan penting dalam pencegahan kejahatan finansial seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pemerintah Indonesia telah mengatur kewajiban penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat, namun, implementasi aturan sebelumnya dirasa perlu diperkuat agar kepatuhan pelaporan lebih tinggi dan data yang dilaporkan lebih akurat. Inilah alasan Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2025 tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi (Permenkumham 2/2025).
Aturan baru ini ditunjukkan untuk meningkatkan kepatuhan atas jumlah pelaporan pemilik manfaat dan mengoptimalkan akurasi data pemilik manfaat, selain itu mengatur dan menerapkan sanksi yang efektif bagi korporasi. Dengan regulasi terbaru ini, pemerintah berharap data Pemilik Manfaat dapat dimanfaatkan oleh aparat penegak hukum secara lebih efektif dalam mencegah tindak pidana, sekaligus mendorong perusahaan agar patuh melaporkan Pemilik Manfaatnya.
Pengertian Beneficial Owner
Pasal 1 ayat (2) Permenkumham 2/2025 menjelaskan bahwa Pemilik Manfaat (BO) merupakan perseorangan atau individu yang memiliki kendali atas jalannya perusahaan, seperti menunjuk atau mengganti direksi, komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas perusahaan. Dapat diartikan juga orang yang menerima manfaat langsung atau tidak langsung dari perusahaan dan orang yang menjadi pemilik sebenarnya atas dana atau sahamnya.
Dalam regulasi Indonesia, Beneficial Owner didefinisikan berdasarkan beberapa kriteria, termasuk:
- Memiliki setidaknya 25% saham.
- Memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan direksi atau komisaris.
- Mengendalikan entitas melalui perjanjian atau cara lainnya.
Ruang Lingkup Baru Regulasi
Permenkumham 2/2025 membawa ruang lingkup pengaturan yang baru dan lebih rinci terkait pelaporan Pemilik Manfaat. Sebelumnya, perusahaan sudah diwajibkan menerapkan prinsip mengenali Pemilik Manfaat berdasarkan Perpres 13/2018 dan aturan pelaksanaannya. Namun, regulasi terbaru ini menambahkan ketentuan mengenai verifikasi data Pemilik Manfaat dan pengawasan aktif oleh pemerintah, yang sebelumnya belum diatur secara spesifik. Berikut beberapa poin penting ruang lingkup baru yang diatur:
- Kewajiban Penetapan dan Pelaporan Pemilik Manfaat: Setiap korporasi wajib menetapkan siapa Pemilik Manfaat-nya dan menyampaikan informasi tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM.
Kewajiban ini berlaku pada saat pendirian, perubahan, maupun dalam operasional perusahaan. - Entitas Korporasi yang Wajib Melapor: Sebagaimana disebutkan di atas, cakupan korporasi sangat luas (PT, yayasan, koperasi, CV, firma, dll., termasuk PT perorangan). Ini menegaskan bahwa tidak ada bentuk usaha yang luput dari kewajiban pelaporan Pemilik Manfaat.
- Kewajiban Pengkinian dan Dokumentasi: Peraturan baru mengharuskan korporasi untuk memperbarui data Pemilik Manfaat secara berkala setiap tahun, melakukan penatausahaan (pengadministrasian) dokumen terkait Pemilik Manfaat, serta mengisi kuesioner Pemilik Manfaat yang disediakan pemerintah. Artinya, informasi Pemilik Manfaat tidak cukup dilaporkan sekali lalu dibiarkan usang; perusahaan wajib memastikan data tersebut selalu mutakhir setiap 1 tahun, menyimpan bukti-bukti dokumen yang relevan, dan menjawab kuesioner khusus tentang Pemilik Manfaat.
- Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat: Regulasi ini mengintegrasikan sepenuhnya prinsip Know Your Beneficial Owner ke dalam tata kelola perusahaan. Terdapat tahapan yang harus dilakukan korporasi, yakni:
- Mengidentifikasi dan memverifikasi calon Pemilik Manfaat;
- Menetapkan Pemilik Manfaat; dan
- Melaporkan informasi Pemilik Manfaat tersebut kepada Menteri
Tahapan ini sejalan dengan kerangka customer due diligence yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang Pencegahan TPPU/TPPT.
Secara keseluruhan, ruang lingkup Permenkumham 2/2025 bukan hanya soal siapa yang harus dilaporkan sebagai Pemilik Manfaat, tapi juga memastikan bagaimana data tersebut diverifikasi kebenarannya dan bagaimana pemerintah mengawasi kepatuhan korporasi terhadap kewajiban tersebut. Inilah perbedaannya dibanding aturan lama: ada mekanisme verifikasi data dan sanksi pengawasan yang lebih jelas.
Butuh panduan lengkap pelaporan Pemilik Manfaat sesuai Permenkumham 2/2025? Kunjungi GOLAW.id atau hubungi kami melalui email [email protected] atau chat langsung melalui WhatsApp di +62 811 1015 513 untuk berkonsultasi langsung